Teriknya matahari, tampaknya tak
menyurutkan lari pria itu dalam mengejar waktu. Lima menit lagi, tepat pukul
09.00 WIB, ia harus tiba di gedungnya, tempat di mana ia mencari penghidupan.
Ya, sebuah gedung kontruksi yang masih dalam tahap pembangunan dengan 1000
pekerja di dalamnya.
Begitu tiba, ia segera mengenakan
helm pekerjanya dan bergegas menaiki tangga menuju lantai 19. Sampai di sana,
ia terlupa akan sebuah kertas rancangan bangunan yang ditinggalkannya di ruangannya
yang berada di lantai dasar. Tanpa kertas itu, pekerjaannya akan menjadi
sia-sia belaka.
Lelah karena telah menaiki tangga
hingga lantai ke-19, maka ia berinisiatif untuk meminta tolong rekannya yang berada
di lantai dasar. Ributnya suasana pekerjaan hari itu, membuat teriakannya tak
didengar oleh rekan-rekannya. Berulang kali ia berteriak, berulang kali pula
usahanya menjadi sia-sia. Handphone dan alat komunikasi lain sudah
dicobanya, dan tetap tanpa hasil. Akhirnya, tatapannya mengarah kepada sebuah
batu kerikil yang ada di samping kakinya. Ia pun mengambilnya dan
melemparkannya ke arah salah satu rekannya. Dan...
TUK!
Begitu batu itu mengenai kepala rekannya
itu, maka ia langsung menengok ke atas, ke arah batu yang menimpa kepalanya itu
berasal. Dilihatnya lambaian tangan rekannya yang meminta pertolongan. Namun,
karena suara sang rekan tidak terdengar, maka ia segera menghiraukannya dan
kembali bekerja. Ia tidak menyadari bahwa rekannya itu sangat membutuhkannya.
Dan...
Udah, jangan dianggep serius. Tuh
kisah cuman fiksi kok. Tapi, ada sebuah hikmah yang buesar banget yang ada
dalam kisah pendek yang ga selesai itu. Kira-kira, aaapa hayooooo....
Yeah. Jika kita berfikir bersama,
kisah itu ada hubungannya sama Allah dan musibah yang diberikannya. Nah loh,
kok gitu? Ya iya dong...
Jadi, apa hubungannya?
Allah memberikan musibah kepada
kita, perumpamaannya sama dengan pria pekerja itu ketika melemparkan kerikil kepada
rekannya yang ada di lantai dasar. Anggaplah Allah itu sang pekerja (walaupun
ga bisa main anggep-anggepan, tapi anggep aja dah...), dan musibahnya adalah
kerikil. Ketika kerikil dilemparkan dan mengenai sang rekan, maka otomatis dia
akan menengok ke atas. Sama aja, Allah, memberikan musibah adalah untuk
mengingatkan hamba-Nya agar kembali mengingat-Nya. Ya, Allah memanggil
kita, dengan melemparkan musibah kepada kita agar kita yang tadinya ga sadar
sama keberadaan Allah, kembali sadar dan “menengok” ke atas.
Kenapa Allah hanya melemparkan
kerikil, kenapa ga batu besar aja sekalian? Yah, bisa dibayangin. Kalo Allah
ngelemparin batu besar, trus kena kepala kita, gimana jadinya tuh kepala?
Bonyok dah. Nah, karena Allah masih sayang, Allah cuman ngasih kerikil yang
hanya dengan kerikil yang sekecil itu, kita juga pasti sadar.
Maka dari itu, jangan pernah
menyalahkan sebuah musibah. Kenapa? Karena musibah adalah bentuk kasih sayang
Allah kepada kita, agar kita yang tadinya berpaling dan tidak taat pada
aturan-Nya, kembali dekat dan menengok kepada-Nya. Hehe...
Buat kita yang masih belom nyadar
diri, yang masih ngerasa kebanyakan pahala dan sedikit dosa, yok segera
intropeksi diri. Jadikan ini bahan renungan dan titik kembalinya kita kepada
Allah. Semangat! [Al_Fatih1453]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar