Sabtu, 13 April 2013

Batu itu Musibah, Musibah itu Batu


Teriknya matahari, tampaknya tak menyurutkan lari pria itu dalam mengejar waktu. Lima menit lagi, tepat pukul 09.00 WIB, ia harus tiba di gedungnya, tempat di mana ia mencari penghidupan. Ya, sebuah gedung kontruksi yang masih dalam tahap pembangunan dengan 1000 pekerja di dalamnya.
Begitu tiba, ia segera mengenakan helm pekerjanya dan bergegas menaiki tangga menuju lantai 19. Sampai di sana, ia terlupa akan sebuah kertas rancangan bangunan yang ditinggalkannya di ruangannya yang berada di lantai dasar. Tanpa kertas itu, pekerjaannya akan menjadi sia-sia belaka.

Lelah karena telah menaiki tangga hingga lantai ke-19, maka ia berinisiatif untuk meminta tolong rekannya yang berada di lantai dasar. Ributnya suasana pekerjaan hari itu, membuat teriakannya tak didengar oleh rekan-rekannya. Berulang kali ia berteriak, berulang kali pula usahanya menjadi sia-sia. Handphone dan alat komunikasi lain sudah dicobanya, dan tetap tanpa hasil. Akhirnya, tatapannya mengarah kepada sebuah batu kerikil yang ada di samping kakinya. Ia pun mengambilnya dan melemparkannya ke arah salah satu rekannya. Dan...
TUK!
Begitu batu itu mengenai kepala rekannya itu, maka ia langsung menengok ke atas, ke arah batu yang menimpa kepalanya itu berasal. Dilihatnya lambaian tangan rekannya yang meminta pertolongan. Namun, karena suara sang rekan tidak terdengar, maka ia segera menghiraukannya dan kembali bekerja. Ia tidak menyadari bahwa rekannya itu sangat membutuhkannya.
Dan...
Udah, jangan dianggep serius. Tuh kisah cuman fiksi kok. Tapi, ada sebuah hikmah yang buesar banget yang ada dalam kisah pendek yang ga selesai itu. Kira-kira, aaapa hayooooo....
Yeah. Jika kita berfikir bersama, kisah itu ada hubungannya sama Allah dan musibah yang diberikannya. Nah loh, kok gitu? Ya iya dong...
Jadi, apa hubungannya?
Allah memberikan musibah kepada kita, perumpamaannya sama dengan pria pekerja itu ketika melemparkan kerikil kepada rekannya yang ada di lantai dasar. Anggaplah Allah itu sang pekerja (walaupun ga bisa main anggep-anggepan, tapi anggep aja dah...), dan musibahnya adalah kerikil. Ketika kerikil dilemparkan dan mengenai sang rekan, maka otomatis dia akan menengok ke atas. Sama aja, Allah, memberikan musibah adalah untuk mengingatkan hamba-Nya agar kembali mengingat-Nya. Ya, Allah memanggil kita, dengan melemparkan musibah kepada kita agar kita yang tadinya ga sadar sama keberadaan Allah, kembali sadar dan “menengok” ke atas.
Kenapa Allah hanya melemparkan kerikil, kenapa ga batu besar aja sekalian? Yah, bisa dibayangin. Kalo Allah ngelemparin batu besar, trus kena kepala kita, gimana jadinya tuh kepala? Bonyok dah. Nah, karena Allah masih sayang, Allah cuman ngasih kerikil yang hanya dengan kerikil yang sekecil itu, kita juga pasti sadar.
Maka dari itu, jangan pernah menyalahkan sebuah musibah. Kenapa? Karena musibah adalah bentuk kasih sayang Allah kepada kita, agar kita yang tadinya berpaling dan tidak taat pada aturan-Nya, kembali dekat dan menengok kepada-Nya. Hehe...
Buat kita yang masih belom nyadar diri, yang masih ngerasa kebanyakan pahala dan sedikit dosa, yok segera intropeksi diri. Jadikan ini bahan renungan dan titik kembalinya kita kepada Allah. Semangat! [Al_Fatih1453]    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar