Sabtu, 20 Oktober 2012

Because You Are You


Di suatu malam nan suram waktu liburan idul fitri kemaren, ga sengaja ana buka website Aqua Timez. Itu loh, band asal negeri matahari terbit yang lagu-lagunya biasa ngisi soundtrack anime. Begitu masuk website, ana terkesan sama single terbaru mereka yang berjudul Tsubomi. Yang pasti, kali ini ana ga bakal ngetik apa pun tentang itu. Tapi, ini tentang album di mana lagu Tsubomi itu berasal, yaitu “because you are you”.
Mungkin, sekilas ini tampak biasa. Tapi,  bagi ana yang lagi galau waktu itu, hanya dengan 4 kata dari judul album tersebut aja udah bisa bikin hati ana bak disayat-sayat sama gergaji mesin. Apapun itu, inti dari judul album itu adalah,
 “Because you are you-karena kamu adalah kamu”
SRET.

”Aku adalah aku, tidak lebih dan tidak kurang”. Itulah kata-kata Kyo si mata iblis, tokoh utama dari manga “Samurai Deeper Kyo” karangan Kamijyo Akimine yang sampe saat ini masih terbayang-bayang di otak ana. Lah, trus, apa hubungannya? Yah, kalo dua kalimat itu diotak-atik, maka intinya...
“Aku adalah aku. Kamu adalah kamu. Tidak lebih dan tidak kurang.”
JLEB!
Mungkin, bagi sebagian orang kalo ngeliat orang yang berlangit-langit di atasnya, ngerasa iri dan pengeeeeeen banget jadi kayak gitu. Sampe-sampe, segala kelakuannya, sifatnya bahkan cara hidupnya dicopas abis cuman buat pengen jadi apa yang ia dambakan. Jujur nih, jujur... Ana juga ngalamin hal yang serupa. Ceritanya curhat nih. Waktu SMP, ana bukan orang yang plagiat. Apa yang ana mau, itulah ana. Ga kurang, ga lebih. Bahkan, banyak orang yang justru terbawa sama sifat ana. Life is never flat. Ana selalu jadi diri ana sendiri, yang dengan itu rasanya hidup ga pernah garing kriuuuk kriuuk gimanaaa gitu. Hidup dengan ana yang apa adanya, justru membuat ana bahagia setengah idup. Swear dah.
Ana ga pernah idup di bawah tekanan orang. Ana bagaikan orang yang merdeka, hidup semaunya sesuai batasan syara’. Beruntungnya, ini gara-gara ortu ana yang bener-bener toleran dan pengertian sama ana. Kapan pun ana mau main, kapan pun ana mau belajar, selama Bahasa Arab trus naik, kumaha abdi wae lah. Mau nilai ana jelek atau bagus, it’s okay. No problem cuy! Contohnya aje, dalam bidang eksak, hampir setiap ulangan, ana remed trussss. Tapi, kalo bidang hafalan kayak biologi dan ips... yah, Insya Allah lah... Enjoy aja.. hehe
Tapi, semua berubah saat negara api menyerang...
Yups, semua itu berubah saat ana beranjak SMA. Gara-gara anggota kelas ana yang cuman 16 orang, persaingan antara satu dengan yang lain jadi bener-bener kerasa. Bukan cuman itu, persaingan dengan kelas lain, dan tuntutan universitas yang tinggi bener-bener merubah ana 180 derajat. Ana yang dulunya tiap pulang sekolah bisa main game sampe lewat tengah malem, sekarang bener-bener rajin. Pulang sekolah, belajar. Sebelum sekolah pun belajar. Sebelum tidur, apalagi. Yah, pokoknya rajinlah. Mandi sebelum shubuh, mandi abis pulang sekolah, dan bermacam-macam kerajinan lain yang tiba-tiba terjadi begitu saja. Padahal, kalo udah di rumah mah, semua kerajinan bakal bablaaaass...
Ya, lingkunganlah yang merubah ana. Ana yang ditempatkan bersama orang-orang hebat, merubah ambisi ana untuk jadi hebat. Intinya, ga mau kalah dari yang lain. Segala siswa ana amati. Bagaimana pergaulannya, bagaimana sistem belajarnya, de es be. Berbagai macam informasi “asing” mulai bermunculan di otak ana. Kebiasaan-kebiasaan mereka, perlahan menjadi kebiasaan ana. Kebiasaan lama yang serba bebas pun hilang. Ana bukan lagi orang yang bisa belajar dan main kapan pun ana mau. Tuntuntan universitas membuat kapan pun ada waktu, itulah saatnya belajar. Ga ada waktu buat main-main.
Sebulan, dua bulan pun berlalu. Ana hidup dengan kebiasaan baru ana, yaitu menjadi orang yang bener-bener rajin serajin rajinnya rajin. Pokoknya, kapan pun ada waktu, ana harus belajar. Harus. Setahun berlalu, ana mulai ga nyaman dengan kebiasaan ana yang satu ini. Mungkin, dengan kerajinan ana, orang lain menganggap ana lebih pintar, menganggap ana lebih “tinggi”. Tapi, tumbal untuk itu terlalu besar. Satu per satu kebahagiaan mulai hilang. Jujur, ana merasa iri dengan orang-orang di luar, bahkan di lingkungan ana sendiri. Mungkin dalam hal akademis, beberapa dari mereka rada kurang. Tapi, mereka punya banyak teman. Pergaulan mereka luas. Di mana pun mereka berada, canda tawa selalu menghampiri. Mereka bahagia. Lebih baik lagi, mereka pintar dan punya banyak teman. Ya, dengan segala kekurangan dan kelebihan mereka, mereka bahagia. Dan Aku bukanlah aku yang dulu, yang selalu bahagia dengan lingkungan.
Akhirnya, satu kesimpulan besar tergambar jelas. Mungkin, ini gara-gara ana terlalu ngikutin kebiasaan orang lain alias plagiat. Padahal, belum tentu ana merasa nyaman dengan itu. Daya kreativitas ana untuk menjadi lebih “gila” seolah-olah hilang. Kaku. Dengan segala kerajinan ini, aku bukanlah aku. Aku sudah berubah, bukan menjadi aku yang dulu, tapi menjadi orang lain.
Ya, akulah korban sistem.
Ya, aku bukan lagi orang yang merdeka.
Ya, aku menjadi orang yang tertekan.
Ya, aku bukanlah aku.
Ya, hampir semua kebahagiaan, lenyap begitu saja.
Sepi...
Akhirnya, kupejamkan mataku, menerawang masa lalu. Aah, indah rasanya jika semua kebahagiaan masa lalu bisa terulang lagi, dengan diriku yang bebas merdeka. Ya, ana mendambakan hidup tanpa tekanan. Mungkin saat ini, ana sedang kehilangan jati diri. Aku harus berubah menjadi aku yang dulu.
Ga peduli dengan universitas, karena kebahagiaan dan kesuksesan bukan bersumber dari universitas mana pun. Dengan sistem yang seperti ini, semua universitas sama aja. Dan yang terpenting, Surga ga bakalan diraih cuman dari universitas. Surga juga ga bakalan diraih cuman dari kepintaran, kerajinan, atau nilai rapot. Ya, ana jadi terngiang-ngiang dengan petuah ibu ana yang selalu beliau katakan sebelum ana ulangan, “Yang Allah hisab itu usaha, bukan hasil...”
Ya, aku harus berubah. Bukan menjadi orang lain, tapi menjadi diriku sendiri. Because me is me, because you are you. Bukankah begitu?
Tapi yang pasti, karena saking pengen jadi diri sendiri, kita malah mengabaikan teladan dari luar. Ya ga gitu juga kaleee. Kalo orang lain ga boleh jadi teladan, kenapa Allah memerintahkan kita untuk menjadikan Nabi Muhammad sebagai teladan? Kenapa ada orang-orang hebat seperti Muhammad Al-Fatih? Bukankah mereka ada karena untuk dicontoh? Makanya, makna jadi diri sendiri tuh luaaaas bengeut. Intinya, semua yang nyaman bagi kita, kenapa ga kita contoh? Selama ga ngelanggar hukum syara’, kenapa engga? Bukankah Allah ga ngelarang kita buat kreatif? Plissss, jangan terlalu plagiat. Ada banyak kebiasaan orang-orang hebat yang cocok buat kita. Ada banyak cara kok buat sukses. Tapi, kalo kita bisa sukses dengan cara kita sendiri, dengan kreatifitas dan kegilaan kita, dengan menjadi diri kita sendiri, yang dengan itu kita enjoy dan bahagia, kenapa enggak? Tul ga bro? Dan yang terpenting, jangan sampe terlalu ambisius. Iri berlebihan, sampe dengki. Terima aja segala kekurangan dan kelebihan kita. Yang penting kan mengasah yang ada, biar jadi lebih baik dan teruuusss lebih baik. Jangan cuman pasrah sama keadaan. Dan yang paling penting dari yang terpenting, Allah ga bakalan menghisab hasil akhir. Yang Allah hisab, adalah usaha kita. Ye he he...
Karena masing-masing dari kita, punya jalan sukses yang berbeda-beda. Kita ga sama, kita berbeda. Maka, buatlah jalan suksesmu sendiri. Siapa tau dengan jalan sukses yang kita buat, kita bisa membuat perbedaan dan gebrakan baru bagi dunia. Oke bro?
So, kamu adalah kamu. Aku adalah aku. Tidak lebih dan tidak kurang. Oceh?? Bangga dong dengan diri sendiri. Ganbatte Kudasai!!! [Al_Fatih1453]











Tidak ada komentar:

Posting Komentar